Selasa, 23 Februari 2010

Helm dan fatwa MUI, efektifkah?

Beberapa hari lalu, di milis HTML (Honda Tiger Mailing List) sempat beredar postingan mengenai usulan agar MUI (Majelis Ulama Indonesi) mengeluarkan fatwa haram mengendarai motor tanpa helm. Sumber postingan itu berasal dari detikOto.com. Beragam komentar pun bermunculan. Dari yang sinis, skeptis, setuju atau berharap banyak. Yang meminta agar MUI mengeluarkan fatwa haram itu adalah RSA (Road Safety Association), sebuah lembaga yang peduli pada akan keselamatan dan keamanan di jalan raya. Dalam pertemuan itu ada beberapa nama yang patut disebut. Diantaranya Rio Octaviano sebagai ketua umum RSA dan Edo Rusyanto, kepala litbang RSA. Dari pihak MUI, diwakili oleh Ichwan Syam, sekjen MUI.


Satu nama yang pernah saya lihat sosoknya adalah Edo Rusyanto. Bro yang satu ini sempat saya kenal, pada saat menjadi narasumber diskusi savety riding di acara ulang tahun KOBOI (Komunitas Blogger Otomotif Indonesia) di Cipete tanggal 14 Februari 2010 kemarin. Sosok yang murah senyum dan humoris ini memang begitu peduli akan beragam fenomena yang terjadi di jalan raya. Tidak heran jika sekarang RSA mencoba menggandeng MUI untuk menelorkan butir-butir fatwa yang mengacu kepada keselamatan di jalan raya.
Bro Edo Rusyanto (Gbr. dari edorusyanto.blogspot.com)


Mencoba menilai dari berbagai komentar disertai analisa pribadi berikut ada dua fenomena yang menurut saya akan bermunculan mengenai usulan ini. Yang pertama adalah bahwa usulan itu adalah tindakan yang tidak perlu, mengingat bahwa di jalan raya sudah ada barisan penegak hukum yang legal dan berwenang yaitu polisi lalu lintas. Hanya saja, memang belum ada tindakan yang tegas dan nyata dari kepolisian mengenai pelaksanaan undang-undang lalu lintas yang baru (UU no. 22 tahun 2009). Yang ada adalah ketegasan yang sporadis dan belum menyeluruh. Terutama di Jakarta, kita masih melihat gaya “tak takut mati” dari para pengguna jalan raya (khususnya pengguna roda dua). Masih banyak kita melihat berbagai bentuk pelanggaran yang “direstui”. Berkendara tanpa mengenakan helm, berboncengan bertiga, berkendara sambil SMS-an, belok tanpa memberi lampu sein, menerobos lampu merah, motor tanpa spion, motor tanpa plat nomer adalah sebagian contoh kebrutalan pengendara motor yang terjadi sehari-hari tanpa “disemprit” pak polisi.

Yang kedua, seandainya dirasa perlu dan fatwa haram itu akhirnya dikeluarkan, akankah hal itu bisa menjadi senjata pamungkas yang ampuh bagi penegakkan disiplin lalu lintas di jalan raya? Seperti kita ketahui, banyak fatwa MUI yang tidak bertaring saat dikeluarkan. Lepas dari kenyataan, bahwa MUI memang tidak memiliki lembaga penegak hukumnya sendiri, banyak masyarakat menganggap fatwa MUI adalah sekedar fatwa, sekedar anjuran. Diikuti boleh, nggak diikuti monggo. Kita masih ingat betapa akhirnya fatwa itu, memang sekedar anjuran, seperti fatwa haram merokok, fatwa haram facebook, dan fatwa haram merayakan hari valentine. Saya sebagai pencinta udara bersih dan menjunjung tinggi hidup sehat sempat berharap banyak saat fatwa haram merokok dikeluarkan MUI. Tapi akhirnya kembali saya harus hidup dengan kepulan asap rokok dimana-mana. Di dalam bus, angkot, ruang tunggu bahkan di kendurian tetangga sebelah.
 Utamakan selamat, ya ridernya ya motornya....

Jika dirasa memang perlu, MUI sekalian aja “gebyah uyah” mengeluarkan “fatwa kolektif” mengenai keselamatan berkendara ini. Selain fatwa haram berkendara tanpa helm, barangkali sekalian saja dikeluarkan juga fatwa haram berkendara sambil SMS-an atau telpon-telpon-an, fatwa haram berkendara tanpa kaca spion, fatwa haram berkendara tanpa menyalakan lampu di siang hari, fatwa haram naik motor bertiga, berkendara tanpa membawa SIM dan STNK dan yang lain-lainnya. Anda setuju? Saya setuju banget. Hanya saja, saya, bro Rio, atau bro Edo dan mereka semua yang berharap cukup besar akan kedisiplinan berkendara ini sepertinya bakalan kecewa lagi pada pelaksanaannya. Sekali lagi, fatwa MUI adalah sekedar fatwa, sekedar anjuran. Jika fatwa ini kelak jadi dikeluarkan, maka pak haji, pak ustad, pak kyai dan para santri harus menjadi garda terdepan pada pelaksanaannya.

Yang terakhir, lewat blog ini saya ingin menyuarakan bahwa sekecil apapun usaha untuk meningkatkan derajat keselamatan berkendara di jalan raya adalah tindakan yang sangat mulia di tengah carut marutnya tingkah laku pengendara di negeri ini. Jangan takut akan hasilnya. Maju terus RSA…..

2 komentar:

  1. Fatwa yang dikeluarkan MUI berupa larangan yang berhukum HARAM, terkadang terlambat, sehingga agak sulit untuk menerapkannya dalam masyarakat
    semoga kedepannya, MUI cenderung memiliki visi yang sangat jauh ke depan sehingga ketika masalah muncul, MUI telah mempunyai hukumnya

    salam kenal,
    Bolehngeblog

    BalasHapus
  2. Setuju mas bro, yah itu memang salah satu haru biru kehidupan di negara tercinta kita ini, kadang memang membingungkan. Tetap optimis aja....

    Lam kenal juga....

    BalasHapus