Rabu, 25 April 2012

Indonesian Expressions

Acara pembukaan pameran "Indonesian Expressions" di Hotel Diamond, Manila, sang seniman, Anin Baroto didampingi DCM KBRI Manila, Sritomo Wirodiharjo dan bebeapa sahabat.


Ini adalah tulisan saya yang ke 3 mengenai Wayang Wahyu dan Anin Baroto, tulisan sebelumnya bisa dibaca di sini dan di sini. Kata pertama yang terbesit dalam pikiran saya saat mulai menulis adalah the culture is continuing. Ya, ternyata perjalanan karya-karya Anin Baroto masih terus berjalan. Pameran demi pameran terus berlangsung menyusuri satu demi satu kota-kota di Phillipina. Mulai dari kampus Universitas Santo Tomas di Manila, Vigan City (Ilocos Sur), Pasay City dan terakhir di Intramuros dan Diamond Hotel (Manila). Pameran di Universitas Santo Tomas pernah saya tulis sebelumnya. Kali ini saya akan mengulas secara singkat ke-4 pameran sesudahnya. Sumber saya dapatkan langsung dari sang seniman, Bapak Anin Baroto yang mengenalkan Wayang Wahyu ke publik Phillipina. Kami bertemu di rumahnya, di kawasan Cibubur, sehari setelah beliau kembali dari Phillipina. Dengan bangga seniman yang bernama lengkap Baroto Murti Anindito ini menceritakan pengalamannya selama pameran di Phillipina. Kebanggaan sang seniman sangatlah wajar mengingat begitu dihargainya budaya bangsa Indonesia di Phillipina, tempat sang seniman memperoleh kelulusan dengan predikat cum laude ini.

Beragam tema lukisan "Indonesian Expression", dari religius hingga budaya, 
dari naturalis hingga expressionisme.

Mengawali tulisan ini, mungkin saya sedikit menyampaikan keheranan saya, atas penerimaan warga Phillipina atas Wayang Wahyu yang luar biasa. Prediksi saya yang pertama adalah karena faktor religi. Orang Phillipina yang terkenal sebagai pemeluk Katolik yang taat ini, sejalan dengan misi dan misi Wayang Wahyu. Diciptakan oleh Bruder L. Timotius Wignyosubroto, FIC pada 2 Februari 1960 di Solo, ternyata Wayang Wahyu ibarat menemukan audience yang pas. Kisah-kisah yang dipentaskan dalam Wayang Wahyu jelas sudah sangat dimengerti oleh orang-orang Phillipine. Antusiasme mereka barangkali seperti saat Wayang Wahyu dipentaskan pertama kali di Solo dahulu. Mungkin juga seperti masyarakat Jawa yang begitu tergila-gila pada Wayang Purwa di awal-awal kemunculannya. Faktor lain adalah sifat warga Phillipina yang begitu “Amerikan” dan demokratis memang selalu terbuka dan mudah beradaptasi dengan hal-hal baru. Sistem pendidikan yang sangat baik di sana menjadikan warga Phillipina haus akan sesuatu yang baru seperti dalam bidang edukasi maupun seni.

Duta Besar Indonesia untuk Phillipine,Y. Kristiarto Soeryo Legowo ikut mengagumi lukisan Anin Baroto.


Setelah di UST, pameran diadakan di Vigan Culture and Trade Center, Vigan City, Ilocos Sur, berlangsung pada 5-11 September 2011. Menyusul kemudian, pameran di GSIS Museo ng Sining di Pasay City pada 16 Oktober-3 November 2011. Selanjutnya adalah pameran di National Commission for the Culture and the Art Gallery, Intramuros-Manila. Pada 14-30 November 2011. Dan yang terakhir adalah pameran di Diamond Hotel, Manila pada 1-31 Maret 2012.

Di tiga pameran pertama, Anin Baroto masih setia memamerkan kemewahan Wayang Wahyu sebagai karya adiluhung lewat sunggingan, tatahan dan polesan prada emas pada Wayang Wahyu Ciptaannya. Di pameran selanjutnya, obyek pameran meluas pada berbagai hasil karyanya yang lain. Masih menggunakan media kulit dan kanvas, kali ini berbagai figur selain figur-figur wayang ikut terpampang dengan indah. Temanya sangat variatif, dari tema religius (Jesus dan Maria), tema alam (bunga, pantai, Borobudur, Tanah Lot), hingga tema budaya (tokoh-tokoh wayang). Tentu saja, tokoh Wayang-Wayang Wahyu seperti Jesus, Maria, angle Gabriel, King Herod sebagai ikon Anin baroto masih turut dipamerkan. Ya, sang seniman jelas tidak ingin melepaskan pesona Wayang Wahyu, sebuah masterpiece karya seni yang sudah mulai mendunia. Yang menarik pada karya-karya Anin Baroto ini adalah bahwa dia masih setia di jalur kulit. Keindahan lukisan Jesus, Maria, atau Holly Family makin terasa mewah saat digoreskan di atas kulit sapi yang ditatah dan disungging selayaknya Wayang Wahyu atau Wayang Purwa. Maka bersandinglah wajah Yesus yang anggun dengan pola hiasan parang rusak yang nJawani itu, atau Maria yang terlihat mewah dengan tatahan patran di belakangnya sebagai background. Terlihat harmonisasi seni lukis dan seni tatah yang ternyata bisa menembus batas-batas budaya dan geografi. Barangkali ini adalah kali pertama pameran lukisan di atas kulit yang ditatah sungging wayang. Lukisan-lukisan lainnya yang beraliran ekspresionisme dan naturalisme saling bersanding membawa pengunjung ke dua alam lukisan.

Wayang Wahyu dalam genggaman Miss Phillipine 2010, Venus Raj, dalam wawancara di stasiun televisi nasional ABS CBN


Pameran terakhir di Diamond Hotel, Manila yang dibuka oleh DCM KBRI Manila, Sritomo Wirodiharjo, menyiratkan bahwa pameran tersebut merupakan salah satu event bergengsi karena memamerkan karya seni yang mewakili budaya Indonesia. Karya seni kulit memang tidak familiar di Phillipina, maka pameran yang bertema “Indonesian Expressions” ini seolah mengenalkan pesona baru yang belum pernah dilihat publik seni di sana. Berbagai kalangan terlihat menghadiri pameran tersebut, mulai dari kalangan artis, pemilik gallery, institusi budaya, kalangan akademis dari UST hingga pecinta lukisan religius dan holly figure. Duta besar Indonesia di Phillipina, Y. Kristiarto Soeryo Legowo juga terlihat menghadiri pameran ini.

Momen pameran di Hotel Diamond yang banyak menampilkan figur-figur religius itu terasa sangat pas karena bertepatan dengan menyambut hari paskah yang memang selalu diperingati oleh warga Phillipina dengan meriah. Sang artis, Anin Baroto pun sempat diundang ke salah satu stasiun TV terkenal (ABS CBN) guna wawancara. Acara televisi yang dipandu oleh Miss Phillipine, Venus Raj dan aktor Jeffrey Tam itu mengulas seputar pembuatan Wayang Wahyu dan budaya Indonesia. Semoga saja, ini menjadi langkah pembuka, tidak saja bagi Anin baroto tapi juga bagi para seniman Indonesia lainnya untuk go international demi makin mengenalkan budaya Indonesia di luar negeri.

1 komentar: