Riding malam, membutuhkan konsentrasi lebih...
Kemacetan kota Bandung yang jijay
bajay-lah yang akhirnyamembuat saya memutuskan untuk pulang dari kota Kelahiran
saya Kebumen sore hari. Dengan perhitungan sampai di kota Bandung malam hari
(jam 12-an malam) akhirnya saya pun memulai perjalanan pulang kembali ke Bogor
siang itu. O ya perjalanan ke Kebumen sehari sebelumnya praktis tidak ada yang
menarik untuk diceritakan karena terlalu biasa, hanya solo riding siang hari
yang diselingi berhenti beberapa kali di Nagrek, Banjar dan Gombong. Lain
dengan riding kali ini, karena merupakan perjalanan solo riding malam hari saya
yang pertama. Ada sedikit rasa khawatir mengingat perjalanan malam sangat
berbeda situasinya dengan perjalanans siang. Lebih adem, lebih lancar, tapi
juga lebih beresiko. Resiko ngantuk, resiko pandangan gelap dan tentu saja
(amit-amit) resiko kriminal. Untuk yang terakhir, saya agak lega mengingat
jalur selatan ini adalah jalur rame yang selalu dilintasi berbagai kendaraan
selama 24 jam. Hanya semalam sehari (bukan sehari semalam) di Kebumen, jam 2 siang,
saya pun mulai membetot gas menyusuri jalanan kebumen, Gombong, Karanganyar,
Sumpyuh, Buntu, Cilacap sebagai etape pertama (sok-sokan pake etape lah biar
keren!).
Cuaca yang tidak terlalu panas
membantu saya menikmati perjalanan kembali ke Bogor. Jalan yang relatif mulus
dan lalu lintas yang sepi membuat saya begitu menikmati laju tiger saya. Gas
saya betot tidak melebihi angka 80. Selain tidak punya nyali ngebut, saya rasa
angka 80 adalah kecepatan yang ideal, lumayan cepat tapi masih memudahkan
kontrol jika diperlukan reaksi mendadak. Terhitung sudah dua kali saya dan si
tiger menyusuri jalan sama. Yang pertama adalah di mudik lebaran tahun kemarin.
Di daerah banyumas, di tepian sawah yang sedang di panen, saya menyempatkan
berhenti sebentar guna menikmati segelas minuman dawet yang dijajakan di
pinggir jalan. Lumayan, menghilangkan rasa haus yang sudah mulai mendera akibat
udara kering. Cuaca semakin beranjak sore saat saya kembali meneruskan
perjalanan. Di Wangon setelah sejam meneruskan perjalanan, saya menyempatkan
sholat Ashar di sebuah SPBU. Lumayan setelah 3 jam-an melaju di atas tiger,
terkena air, buka sepatu dan meluruskan punggung 15-an menit membuat badan
menjadi lumayan segar. Sempat bertemu dan ngobrol-ngobrol dengan seorang biker
mega pro yang juga sedang ngaso di tempat itu. Rupa-rupanya dia sedang dalam
perjalanan dari Pulo Gadung ke arah Jogjakarta. Mengetahui saya member HTML,
dia menyebut beberapa nama kawannya yang juga member HTML Jak-Tim. Sayang, saya
tidak ada yang mengenalnya. Tapi paling tidak, ada suasana keakraban yang
tercipta. Itulah semangat brotherhood biker. Setelah berjabat tangan, kami pun
meneruskan perjalanan masing-masing.
Jalur berikutnya adalah jalur yang
harus dilalui dalam kondisi kewaspadaan tinggi. Ya, daerah Lumbir adalah daerah
dengan jalur darat yang memiliki kondisi jalan tidak stabil. Menurut kakak saya
yang supir travel, tanah di daerah itu selalu bergerak, sehingga sesering
apapun jalan yang berlubang di daerah itu ditambal dan diaspal ulang, akan
selalu retak kembali. Bisa retak di tempat yang sama, bisa juga di bagian jalan
yang lain. Benar saja, dari yang saya lihat di tahun kemarin hingga kali ini,
kondisi jalan di daerah ini memang selalu retak-retak, amblas dan tidak rata,
penuh tambalan aspal di sana-sini. Belum lagi jalurnya sendiri berada di daerah
perbukitan yang berliku-liku dan naik turun. Ancaman batu atau tanah longsor
membuat
Kendaraan yang melintasi jalan ini
juga tidak pandang bulu, dari kendaraan pribadi ukuran kecil, hingga truk
tangki minyak ukuran transformers. Yang lebih menantang lagi, di beberapa ruas
jalur ini adalah daerah hutan. Gak kebayang dah kalau mogok atau kehabisan
bensin di daerah ini! Takut kemalaman di daerah ini, sayapun konstan membetot
gas melaju dengan konsentrasi tinggi.
Kalau bisa, bareng temen deh, lebih aman, lebih bisa foto-foto.....
Jam setengah tujuh petang, saya
kembali berhenti di sebuah SPBU di daerah Banjar. Selain niat beristirahat guna
memulihkan stamina, juga untuk sholat Maghrib sekalian Isya. Begitu berhenti,
bau kabel terbakar dari arah mesin tiger langsung membuat saya sedikit panik.
Wah, kalau terjadi apa-apa dengan si tiger, bisa berabeh nih, mana saya gak
paham mesin dan kelistrikan tiger lagi, wong tahu-nya cuma naik motor doang!
Cek sebentar, langsung ketahuan sumber bau kabel terbakar tersebut. Ternyata
berasal dari salah satu klakson keong sebelah kanan, plat besi dudukannya
patah. Untungnya kabel kelistrikan klaksonnya cukup kuat, sehingga sang klakson
masih ngegantung dan menempel di leher knalpot si tiger. Bahan klakson yang
terbuat dari plastik itulah yang meleleh dan menimbulkan bau terbakar. Segera
saya copot sekalian klaksonnya dan menyimpannya dalam rear box. Lega, ternyata
mesin dan kelistrikan si tiger tidak kenapa-kenapa. Setelah kurang lebih 30
menitan beristirahat segera kembali saya memacu si tiger guna mengejar cek poin
ke dua, Bandung!
Jalur Banjar, Ciamis, Tasikmalaya,
terhitung jalur yang nyaman dilewati. Jalanan lebar, mulus dan suasana kota
yang bersih membuat saya sedikti bebas memuaskan napsu menggeber gas, meski
tetap di kecepatan sedang. Menjelang Malangbong, kedua tangan mulai pegal
akibat kemacetan di beberapa titik yang
dilewati angkutan malam seperti bus dan truk. Si tiger pun terpaksa harus
seringkali jalan mlipir di antara himpitan kendaraan besar. Terkadang harus
membuang ke kiri menyusuri pinggir jalan yang berbatu. Malam itu ternyata di
sepanjang jalur, banyak biker yang searah dengan saya, dari plat nomernya
sepertinya mereka juga menuju ke arah Jawa Barat, seperti Bandung, Bogor atau
Jakarta. Kemacetan makin parah di tanjakan Nagrek. Kendaraan mengular sepanjang
jalur penuh tikungan dan tanjakan ini membuat si tiger merayap makin pelan.
Makin ke depan, kemacetan semakin parah. Di sebuah tanjakan, saya menemukan
penyebabnya. Sebuah bis mogok dengan posisi sedikit melintang ke tengah jalan.
Dari motif bisnya saya hafal, kalau tidak bis Do’a Ibu ya Karunia Bakti.
Setelah sejam-an berkutat dengan kemacetan di Nagrek, capek dan kantuk mulai
menyerang. Saya cek jam tangan, sudah jam 10 malam. Setelah minum Pocari dan
beristirahat sejenak di sebuah warung selepas Nagrek, mata semakin berat. Wah,
gawat! Kebiasaan saya yang tidak pernah tidur larut memang selalu menjadi
kendala saat saya harus riding malam. Jadi ingat, dulu saat turing malam ke
Pangandaraan bersama HTML Bogor, seluruh rombongan terpaksa harus berhenti hanya
karena saya tepar akibat kantuk.
Riding malam, harus sering istirahat, nggak boleh maksain.....
Memasuki pinggiran kota Bandung jam
11-an malam, kantuk sudah tidak bisa diajak kompromi, sudah ngggak safety lagi
buat meneruskan perjalanan. Sudah diniatin dalam hati, kalau ada penginapan
atau SPBU sudah dipastikan saya akan berhenti, mungkin riding dilanjutkan besok
pagi saja. Rajin tengok ke kiri akhirnya mata saya yang sudah 5 watt melihat
sebuah SPBU yang keliatan aman untuk beristirahat. Saat memasuki jalan SPBU
yang agak menurun, langsung saya ingat, ini adalah SPBU dimana saya, bro Sugoy,
bro Adin dan bro Fahmi beristirahat dan meneduh sepulang dari turing nikahan
bro Arif di Pangandaran. SPBU ini memang ideal buat istirahat, ada tempat
khusus di bagian belakang yang sepertinya memang disiapkan untuk orang-orang
beristirahat, lengkap dengan kantin dan mushola. Terlihat beberapa orang
senasib seperti saya, kemaleman di jalan dan membutuhkan istirahat. Sebagian
masih terlihat mengobrol, sebagian sudah tertidur pulas dengan alas dan selimut
seadanya. Setelah memarkir si tigy, mengunci stang plus gembok di rem cakram
depan, saya pun segera merebahkan diri. Untung selembar karpet usang yang
digelar seseorang masih menyisakan tempat cukup lebar buat saya meluruskan
punggung. Dengan perasaans sedikit was-was, maklum di daerah asing, tanpa buka
sepatu, serta merapatkan jaket di badan, perlahan mata sayapun mulai terpejam.
Alas tidur yang keras, bunyi kendaraan yang lalu lalang serta hawa pinggiran
kota Bandung yang menembus jaket membuat tidur saya tidak berlangsung lama,
hanya sekitar 1 jam. Sedikit dilema saat saya kembali membuka mata, antara
meneruskan tidur atau melanjutkan riding. Akhirnya setelah membulatkan tekad,
saya memutuskan untuk meneruskan perjalanan, toh rasa kantuk sudah menghilang.
Masih di Kebumen, sesaat sebelum lepas landas....
Jalanan makin sunyi saat saya kembali
menyusuri jalan Soekarno Hatta Bandung. Harapan tidak menemukan kemacetan di
kota ini tercapai sudah. Tidak ada macet sama sekali, hanya satu dua kendaraan
melintas baik roda dua maupun roda empat. Tidak ada hiruk pikuk jalanan dengan
ratusan biker yang berebut celah guna melajukan motornya, terutama di lampu
merah. Kehidupan di jalanan luar kota Bandung ini terlihat masih berdenyut
perlahan. Satu dua warung terlihat masih buka. Rasa khawatir akibat sepinya
jalan, membuat saya rajin tengok kanan kiri dan belakang, terutama saat
berhenti di lampu merah. Alhamdullilah semuanya lancar jaya, hanya sedikit
tersesat saat mencari arah Padalarang. Maklum, jarang muter-muter di daerah Bandung.
Untunglah seorang biker bapak-bapak yang baik hati yang saya tanya di lampu
merah menunjukan arah ke sana. Lepas dari Bandung kembali saya menjalani solo
riding penuh kesunyian. Herannya, beberapa kali saya menjumpai para biker yang
keluyuran malam seperti saya. Kebanyakan anak muda, baik riding sendirian
maupun dalam kelompok kecil. Dengan kecepatan sedang kembali saya menyusuri jalanan
sunyi kota Padalarang, Ciranjang, Cianjur, Cipanas dan terakhir Puncak. Perut yang
terasa lapar membuat saya harus berhenti di sebuah warung di pinggir jalan. Saat
sendirian menikmati lontong sayur hangat dan kopi susu saya sempatkan melirik
jam tangan, jam 3.30 pagi. Setelah ngobrol sejenak dengan pemilik warung sambil
menghabiskan kopi, kembali saya meneruskan perjalanan yang tinggal tersisa
kurang lebih 30 menitan ini. Sesaat setelah sampai di rumah dan memarkir motor,
kumandang adzan subuh pun terdengar. Alhamdullilah saya tiba di rumah dengan
selamat. Setelah mandi dan sholat subuh, hanya satu keinginan yang ada, tidur,
what a tiring riding……
–Bogor, 9 Jumi 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar