Setelah kurang lebih 3 minggu, sekolah mengumpulkan sumbangan dari para orang tua wali murid-murid untuk para korban letusan gunung Merapi, akhirnya tibalah waktu untuk menyalurkannya. Di awal agak bingung bagaimana cara menyalurkannya, apakah langsung ke stasiun Gambir karena berdasarkan berita dan info, stasiun kereta api ini menyiapkan gerbang khusus guna menyalurkan bantuan ke sana, dan gratis alias tanpa dipungut biaya. Salut buat Gambir dan PJKA! Sempat terbayang juga untuk menyalurkan bantuan langsung ke Jogja, itung-itung lumayan, jalan-jalan. Tapi sepertinya saat ini bukanlah momen yang pas untuk jalan-jalan, mengingat situasi kota Jogja yang belum kondusif, tertutup debu dan berbagai material vulkanik. Belum biaya untuk mobil pribadi dan sewa truknya, ah malah repot! Belum rasa takut kalau di jalan ketemu om wedhus gembel, hiii…….
Akhirnya berdasarkan informasi salah satu orang tua murid, ibu Puni alias mamahnya Reiner dan Tio, bantuan dapat disalurkan melalui sebuah organisasi kemanusiaan yang bernama Medic One.
Dan sehari sebelum penyaluran bantuan, berbagai macam barang kebutuhan pengungsi pun disiapkan. Dari makanan seperti beras, mie instan, susu atau biskuit hingga kebutuhan sehari-hari seperti baju, selimut, sabun, odol dan sikat gigi. Semua disusun, ditata dan dikelompokkan dengan rapi (Thanks to mamahnya Haryo, mamahnya Tasya, mamahnya Dante, mamahnya Rafi dan Mr. Ardi sebagai “panitia” pengepakan barang-barang bantuan, juga atas bantuan transportasinya). Siang harinya saya sibuk berkoordinasi dengan Ms. Ann, sang principal untuk menentukan siapa saja para siswa yang akan menyertai penyaluran bantuan ini ke kantor Medic One. Dan karena terbatasnya jumlah mobil, sedangkan kita tidak bisa memakai school bus, maka diputuskan sekitar 15 siswa saja yang akan ke sana yaitu kelas high school dan sebagian elementary. Habis itu saya segera menelpon ibu Puni dan pihak Medic One untuk berkoordinasi mengenai keberangkatan besok. Juga menanyakan dimana persisnya kantor Medic One berada. Maklum kami belum pernah ke kantor Medic One dan saya tidak suka nyasar-nyasar.
Keesokan harinya, jam 7 pagi para guru, OB dan para siswa yang terlibat sibuk mengangkut semua barang sumbangan ke atas truk (Thaks to ibu Linda, mamahnya Jessica atas bantuan truk-nya). Tidak sampai 1 jam, semua barang sudah berpindah ke atas truk, ditutup terpal dan diikat dengan rapi. Dan sekitar jam sembilan kami sudah meninggalkan sekolah menuju kantor Medic One. Jam 10.30-an kami sudah sampai di kantor Medic One di jalan Prapanca Jakarta Selatan. Suasana kantornya sangat teduh dan nyaman. Di halaman terparkir satu buah ambulance dan dua buah sepeda motor medic bernuansa merah. Dari tampangnya saya tahu itu adalah motor yamaha vixion.
Di sana sudah menunggu ibu Claudia dan beberapa personil dari Medic One, semuanya berseragam warna merah. Dengan ramah ibu Claudia mempersilahkan kami semua untuk duduk di dalam kantor Medic One yang sejuk ini. Setelah itu diadakan sekilas presentasi oleh tim Medic One mengenai apa itu Medic One. Secara konsep, Medic One adalah organisasi yang tujuannya memberi pertolongan jika kita mengalami kecelakaan di jalan atau situasi darurat lainnya, yang membutuhkan pertolongan secara medis. Oleh karena itu, para penolong dari Medic One inipun disebut paramedis.
Setelah itu diceritakan pula pengalaman-pengalaman para sukarelawan Medic One saat terjun langsung di lokasi bencana gunung Merapi beserta display foto-foto mereka di sana. Di foto terlihat para sukarelawan dan sukarelawati Medic One yang dengan ikhlas membantu para korban, terutama bantuan medis dan obat-obatan. Warna baju mereka yang merah menandakan semangat, terlihat kontras di antara hamparan abu vulkanik merapi yang menyelimuti semua penjuru Jogja. Mendengar tuturan pengalaman mereka membuat kami terharu. Berbagai penderitaan korban gunung Merapi kami dengarkan dengan sedih. Ada yang kehilangan rumah, harta, ternak bahkan orang yang dikasihinya. Banyak juga anak-anak yang menjadi yatim piatu, akibat orang tuanya menjadi korban. Beberapa murid yang tadinya malu-malu pun akhirnya mengajukan beberapa pertanyaan seputar pengalaman para sukarelawan itu.
Barangnya memang berat-berat, tapi lebih berat lagi penderitaan saudara-saudara kita di sana........
Yes, we are one......
Acara berikutnya adalah penurunan barang-barang bantuan dari truk. Maka jadilah semua siswa dibantu para personil medic one bahu membahu memindahkan barang dari truk ke kantor Medic One. Ibu Claudia pun tidak segan-segan turun membantu. Setelah acara foto bersama, kapada para murid, Medic One menunjukan ambulance yang dipakai dalam menolong pasien atau korban. Dengan antusias para murid melihat isi dalam ambulance. Ehm, siapa tahu nanti diantara mereka ada yang menjadi dokter, perawat atau paramedis seperti team Medic One ini. Kalau saya lebih tertarik mengamati dua buah sepeda motor terparkir. Sebagai biker, menurut saya pilihan pada yamaha vixion sebagai motor operasional Medic One sangatlah tepat. Mesinnya yang responsif dan bersistem injeksi serta kemampuan manuver yang lincah akibat body yang tidak terlalu besar dibanding yamaha scorpio atau honda tiger misalnya, sangatlah cocok menghadapi kemacetan ibukota. Terlihat motor ini sudah dimodif dengan engine guard, windshield, side box, komplit dengan sirine dan lampu strobo. Wah, keren juga naik motor ini membelah kemacetan Jakarta sambil membunyikan sirine, nguiiing…….. nguiiing……… apalagi sang rider bertujuan mulia menolong orang yang kecelakaan.
Lakeside Montessori School, Excellence In Education, Excellence In Humanity.........
Dan akhirnya berhubung kami harus kembali belajar ke sekolah, kami pun mohon diri dan berpamitan kepada teman-teman dari Medic One. Terimaksih Medic One telah menyalurkan bantuan kami. Kami percaya melalui Medic One, bantuan dari kami akan sampai kepada mereka yang membutuhkan. Medic One, merah bajumu, semerah semangatmu……
Ingin tahu lebih jauh mengenai Medic One, klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar