Selasa, 18 Mei 2010

UN.. oh.. UN!

Ini adalah sisi lain dari pelaksanaan UASBN tingkat SD 4-5 Mei 2010 kemarin. Bukan mengenai prediksi kelulusan ataupun ulasan pelaksanaannya yang banyak diungkap ahli pendidikan. Bukan pula mengenai kontroversi dari UASBN itu sendiri seperti banyak ditulis di media masa, ada yang setuju ada yang tidak setuju. Bukan, yang saya tulis adalah pengalaman saya yang selama 3 hari itu menjadi single fighter alias panitia tunggal alias iji-ijine. Single fighter persis sih enggak karena ada partner saya, Pak Wiji, tentara penjaga sekolah yang selalu setia menemani saya kemana-mana.



Hal lain adalah, dari sekolah saya, juga cuma 1 siswi yang ikut UASBN SD tahun ini, Thania (tahun sebelumnya malah nggak ada, wong belum ada kelas 6-nya he.. he..). Sesuai prosedur pelaksanaan USBN, yaitu soal harus diambil jam 5 pagi di kantor KASI Ciracas, yang berarti pula bahwa saya harus berangkat pagi-pagi alias nyubuh. Awalnya saya mau nekat berangkat dari rumah saya di Cisarua, Puncak. Dengan perhitungan waktu perjalanan kurang lebih 1,5 jam (agak ngebut dengan menunggangi tiger merah saya), maka saya harus berangkat jam 03.30 dan bangun tidur paling telat jam 03.00 pagi, duh!

Tapi setelah dipikir lagi, keputusan itu terhitung nekat dan beresiko. Iya kalau everything fine, la kalau misalnya motor mogok, ban kempes, atau hujan deras yang menghambat perjalanan? Belum lagi suasana pagi (malah malam) yang masih gelap dimana orang-orang masih pada pules. Bisa-bisa tetangga kanan kiri rumah saya komplain ke pak RT karena setiap jam 3 pagi tidurnya terganggu suara motor saya yang sedang dipanasin. Akhirnya setelah memperhitungkan segala resikonya, saya pun memutuskan untuk menginap saja di sekolah yang hanya 30 menit perjalanan dengan mobil dari sekolah. Minim resiko dan lebih cepat.

Sauyapun pesen ke istri dan anak di rumah kalau selama 3 malam berturut-turut saya bakalan nginep di sekolah. Di malam pertama saya bakalan nginep di sekolah itu, setelah pulang dari pasar seni Ancol guna belajar melukis, jam 9 malam, saya sudah bersiap-siap mengelar karpet di ruang kelas upper di lantai dua. Setelah karpet digelar, masalahpun bermunculan. Mulai dari serangan udara alias nyamuk-nyamuk Cibubur yang super ganas, hawa Cibubur yang cukup panas walau di malam hari (maklum, saya biasa tinggal di Cisarua yang berhawa cukup dingin), hingga suara dengkur seorang kawan guru yang menemani saya menginap, bak suara kereta api yang makin membuat saya susah memejamkan mata. Belum lagi kebiasaan saya di rumah yang tidur sambil ngeloni anak kesayangan saya. Selain itu, rasa kekhawatiran saya jika bangun terlambat membuat saya tambah susah memejamkan mata Nyesel, kenapa saya lupa membawa lotion anti nyamuk, batin saya. Akhirnya, jadilah malam itu, saya tidur dalam kegelisahan. Sebentar-sebentar terbangun menatap jam dinding, takut kesiangan. Sementara itu teman saya yang sudah terbiasa tidur di sekolah, terlihat pulas tidur di sofa kelas sambil memeluk guling.

Jam 03.30 setelah untuk kesekian kalinya saya terbangun, saya pun memutuskan untuk tidak mau lagi meneruskan tidur saya. Selain karena sudah tidak ngantuk lagi, juga sepertinya waktu untuk mempersiapkan diri sudah tiba. Saya pun bergegas turun, mandi, memakai baju rapi dan menunggu adzan subuh. Dari jalan di belakang sekolah saya mendengar deru mobil berhenti. Saya sudah hafal, itu suara mobil isuzu panther-nya pak Wiji. Ah, pak tentara ini memang punya kebiasaa baik seperti saya, selalu on time. Tapi saya tidak mendengar suara gerbang belakang sekolah dibuka berarti dia langsung menuju mesjid kecil di belakang sekolah guna sholat shubuh. Adapun saya lebih memilih sholat subuh di ruang kelas beralaskan sajadah anak-anak yang banyak tertinggal di kelas. Kebiasaan saya yang ngopi di pagi hari juga tidak terlaksana karena saya lupa membeli kopi instan.

Akhirnya sekitar jam 04.45-an saya dengan menaiki mobil pak wiji pun meluncur menembus kesejukan pagi Jakarta. Tujuan kantor kasi dikdas di jalan tanah merdeka-Ciracas hanya ditempuh dalam waktu 20 menit. Di kantor kasi dikdas, ternyata sudah banyak perwakilan sekolah baik negeri ataupun swasta yang berkumpul. Sebagian terlihat sudah mengambil naskah soal UASBN, sebagian lagi masih menunggu. Saya pun ikut menunggu panggilan. Di pintu masuk kantor terlihat mas Yuli, staff Kasi Diksas yang di pagi hari itu seperti biasa terlihat tetap semangat memanggil satu-persatu nama-nama sekolah. Di situ pula saya bertemu pak Awal dan pak Ramadhan dari SD Al Azhar 20-Cibubur yang sekolahnya bakalan ketempatan murid saya untuk pelaksanaan UASBN ini. Maklum untuk UASBN pertama kali ini sekolah saya masih numpang. Di dalam kantor, setelah nama sekolah dipanggil, terlihat pak Sutarman, pak Darmaji, juga pak Sugiri, panitia ujian dan ketua sub rayon yang terlihat segar di pagi hari itu. Wah, barangkali mereka seperti saya yang begadang dan bangun pagi-pagi guna persiapan UASBN ini. Ah, pengabdian memang membutuhkan pengorbanan…
Kesibukan para pahlawan tanpa tanda jasa di subuh itu..........


Setelah naskah diambil, dalam perjalanan menuju SD Al Azhar, saya dan pak Wiji menyempatkan diri mengisi perut yang masih kosong dengan sarapan bubur ayam di bilangan jambore. Setelah sampai di SD Al Azhar saya pun bergegas menaruh naskah soal di meja pak Adi, sang kepala sekolah. Sambil menunggu Thania saya mengobrol dengan pak Abdul, sekuriti SD Al Azhar yang ternyata kakeknya dulu adalah pemilik tanah di wilayah itu. Nama kakeknya itu pun menjadi nama jalan di daerah itu, jalan H. Abdul Rahman.
Para pengawas ujian di ruang sekretariat di SD Al Azhar 20 -Cibubur.


Dua kepsek, dua sekolah, satu almamater....

Dalam pelaksanaan UASBN itu yang 3 hari itu, dan alhamdullilah berjalan dengan lancar, sayapun menimba banyak pengalaman. Dari pengalaman nginep di sekolah selama 3 malam, pengalaman memahami prosedur pelaksanaan UASBN, hingga banyak menemukan teman-teman baru. Dari lingkungan SD Al Azhar, ada pak Adi sang kepala sekolah yang ternyata satu almamater dengan saya-UNJ, pak Nanang, pak Awal, pak Ramadhan, bu Odah, bu Murti, pak Abdul, dan guru-guru lain yang kesemuanya ramah-ramah. Juga dari para pengawas ujian yang pas selesai ujian, ramai-ramai kita pulang bersama menaiki mobil pak Wiji. Ada juga, mbak Anggun yang memang anggun, dari TPI-Team Pengawas Independent, yang ternyata junior saya juga di UNJ. Ah, dibalik kesusahan dan perjuangan, pasti ada kebahagiaan. Dan saya bahagia bertemu dengan kawan-kawan baru itu…..
Special thanks for:
-Pak Adi, pak Awal dan semua guru-guru SD Al Azhar 20-Cibubur yang telah ketempatan murid saya untuk pelaksanaan UASBN ini (note : kopi yang dihidangkan di sekolah enak sekali, pak......).
-Pak Wiji yang dengan setia, mengantarkan saya walau harus berangkat jam 4 pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar