Acara pembukaan pameran "Indonesian Expressions" di Hotel Diamond, Manila, sang seniman, Anin Baroto didampingi DCM KBRI Manila, Sritomo
Wirodiharjo dan bebeapa sahabat.
Ini
adalah tulisan saya yang ke 3 mengenai Wayang Wahyu dan Anin Baroto, tulisan sebelumnya
bisa dibaca di sini dan di sini. Kata pertama yang terbesit dalam pikiran saya
saat mulai menulis adalah the culture is continuing. Ya, ternyata perjalanan karya-karya
Anin Baroto masih terus berjalan. Pameran demi pameran terus berlangsung
menyusuri satu demi satu kota-kota di Phillipina. Mulai dari kampus Universitas
Santo Tomas di Manila, Vigan City (Ilocos Sur), Pasay City dan terakhir di
Intramuros dan Diamond Hotel (Manila). Pameran di Universitas Santo Tomas
pernah saya tulis sebelumnya. Kali ini saya akan mengulas secara singkat ke-4
pameran sesudahnya. Sumber saya dapatkan langsung dari sang seniman, Bapak Anin
Baroto yang mengenalkan Wayang Wahyu ke publik Phillipina. Kami bertemu di
rumahnya, di kawasan Cibubur, sehari setelah beliau kembali dari Phillipina. Dengan
bangga seniman yang bernama lengkap Baroto Murti Anindito ini menceritakan
pengalamannya selama pameran di Phillipina. Kebanggaan sang seniman sangatlah
wajar mengingat begitu dihargainya budaya bangsa Indonesia di Phillipina,
tempat sang seniman memperoleh kelulusan dengan predikat cum laude ini.
Beragam tema lukisan "Indonesian Expression", dari religius hingga budaya,
dari naturalis hingga expressionisme.
Mengawali
tulisan ini, mungkin saya sedikit menyampaikan keheranan saya, atas penerimaan
warga Phillipina atas Wayang Wahyu yang luar biasa. Prediksi saya yang pertama
adalah karena faktor religi. Orang Phillipina yang terkenal sebagai pemeluk
Katolik yang taat ini, sejalan dengan misi dan misi Wayang Wahyu. Diciptakan
oleh Bruder L. Timotius Wignyosubroto, FIC pada 2 Februari 1960 di Solo,
ternyata Wayang Wahyu ibarat menemukan audience yang pas. Kisah-kisah yang
dipentaskan dalam Wayang Wahyu jelas sudah sangat dimengerti oleh orang-orang
Phillipine. Antusiasme mereka barangkali seperti saat Wayang Wahyu dipentaskan
pertama kali di Solo dahulu. Mungkin juga seperti masyarakat Jawa yang begitu
tergila-gila pada Wayang Purwa di awal-awal kemunculannya. Faktor lain adalah
sifat warga Phillipina yang begitu “Amerikan” dan demokratis memang selalu
terbuka dan mudah beradaptasi dengan hal-hal baru. Sistem pendidikan yang
sangat baik di sana menjadikan warga Phillipina haus akan sesuatu yang baru seperti
dalam bidang edukasi maupun seni.
Duta Besar Indonesia untuk Phillipine,Y. Kristiarto Soeryo Legowo ikut mengagumi lukisan Anin Baroto.
Setelah
di UST, pameran diadakan di Vigan Culture and Trade Center, Vigan City, Ilocos
Sur, berlangsung pada 5-11 September 2011. Menyusul kemudian, pameran di GSIS
Museo ng Sining di Pasay City pada 16 Oktober-3 November 2011. Selanjutnya
adalah pameran di National Commission for the Culture and the Art Gallery,
Intramuros-Manila. Pada 14-30 November 2011. Dan yang terakhir adalah pameran
di Diamond Hotel, Manila pada 1-31 Maret 2012.
Di
tiga pameran pertama, Anin Baroto masih setia memamerkan kemewahan Wayang Wahyu
sebagai karya adiluhung lewat sunggingan, tatahan dan polesan prada emas pada
Wayang Wahyu Ciptaannya. Di pameran selanjutnya, obyek pameran meluas pada
berbagai hasil karyanya yang lain. Masih menggunakan media kulit dan kanvas,
kali ini berbagai figur selain figur-figur wayang ikut terpampang dengan indah.
Temanya sangat variatif, dari tema religius (Jesus dan Maria), tema alam
(bunga, pantai, Borobudur, Tanah Lot), hingga tema budaya (tokoh-tokoh wayang).
Tentu saja, tokoh Wayang-Wayang Wahyu seperti Jesus, Maria, angle Gabriel, King
Herod sebagai ikon Anin baroto masih turut dipamerkan. Ya, sang seniman jelas
tidak ingin melepaskan pesona Wayang Wahyu, sebuah masterpiece karya seni yang
sudah mulai mendunia. Yang menarik pada karya-karya Anin Baroto ini adalah
bahwa dia masih setia di jalur kulit. Keindahan lukisan Jesus, Maria, atau
Holly Family makin terasa mewah saat digoreskan di atas kulit sapi yang ditatah
dan disungging selayaknya Wayang Wahyu atau Wayang Purwa. Maka bersandinglah
wajah Yesus yang anggun dengan pola hiasan parang rusak yang nJawani itu, atau
Maria yang terlihat mewah dengan tatahan patran di belakangnya sebagai
background. Terlihat harmonisasi seni lukis dan seni tatah yang ternyata bisa
menembus batas-batas budaya dan geografi. Barangkali ini adalah kali pertama
pameran lukisan di atas kulit yang ditatah sungging wayang. Lukisan-lukisan lainnya
yang beraliran ekspresionisme dan naturalisme saling bersanding membawa
pengunjung ke dua alam lukisan.
Wayang Wahyu dalam genggaman Miss Phillipine 2010, Venus Raj, dalam wawancara di stasiun televisi nasional ABS CBN
Pameran
terakhir di Diamond Hotel, Manila yang dibuka oleh DCM KBRI Manila, Sritomo
Wirodiharjo, menyiratkan bahwa pameran tersebut merupakan salah satu event
bergengsi karena memamerkan karya seni yang mewakili budaya Indonesia. Karya
seni kulit memang tidak familiar di Phillipina, maka pameran yang bertema
“Indonesian Expressions” ini seolah mengenalkan pesona baru yang belum pernah
dilihat publik seni di sana. Berbagai kalangan terlihat menghadiri pameran
tersebut, mulai dari kalangan artis, pemilik gallery, institusi budaya,
kalangan akademis dari UST hingga pecinta lukisan religius dan holly figure.
Duta besar Indonesia di Phillipina, Y. Kristiarto Soeryo Legowo juga terlihat
menghadiri pameran ini.
Momen
pameran di Hotel Diamond yang banyak menampilkan figur-figur religius itu
terasa sangat pas karena bertepatan dengan menyambut hari paskah yang memang
selalu diperingati oleh warga Phillipina dengan meriah. Sang artis, Anin Baroto
pun sempat diundang ke salah satu stasiun TV terkenal (ABS CBN) guna wawancara.
Acara televisi yang dipandu oleh Miss Phillipine, Venus Raj dan aktor Jeffrey
Tam itu mengulas seputar pembuatan Wayang Wahyu dan budaya Indonesia. Semoga
saja, ini menjadi langkah pembuka, tidak saja bagi Anin baroto tapi juga bagi
para seniman Indonesia lainnya untuk go international demi makin mengenalkan
budaya Indonesia di luar negeri.
RIP anin
BalasHapus