Tapi seberapa jauhkan keinginan yang wajar ini sesuai dengan beragam kondisi yang ada. Hal itulah yang menjadi pertanyaan dan membuat perbedaan persepsi antara masyarakat motor dengan pabrikan motor. Satu hal yang tidak pernah dilakukan oleh masyarakat motor sebagai pengguna adalah riset. Berbeda dengan pabrikan motor, sebelum mengeluarkan produk baru, pabrikan motor akan melakukan riset yang sangat mendalam mengenai kondisi, kemungkinan dan semua hal yang mempu membuat produknya laku di pasaran. Terkadang cara pandang dan hasil-nya memang berbeda dengan harapan pengguna motor (tertentu).
Ini semuanya honda tiger lo....
Penulis memang sengaja merasakan dulu performa dan semua hal mengenai honda tiger dahulu sebelum menuliskan hal ini. Jadi semacam pembuktian bahwa apa yang dibilang pabrikan motor ini (AHM) adalah berdasarkan riset yang dapat dipertanggung jawabkan. Dan setelah merasakan performa motor ini selama lebih kurang 2 tahun (sejak 2008), nyatalah bahwa statement pihak AHM saat peluncuran varian honda tiger terakhir (tiger asimetris) adalah benar adanya. Seperti pernyataan presiden direktur AHM Miki Yamamoto saat launching-nya bahwa peluncuran honda tiger waktu itu adalah berdasarkan prinsip keseimbangan. Tidak begitu jelas awalnya, tetapi perlahan tetapi pasti saya bisa mengerti apa yang dimaksud dengan keseimbangan itu.
1. Keseimbangan sosok tiger lama dan tiger baru.
Situasi ini lebih kepada mempertahankan nuansa yang ada, bahwa tidak boleh terjadi “gap” yang sangat mencolok antara tiger lama dan tiger baru. Bayangkan jika tiger lama adalah motor “naked bike” dan “ujug-ujug” muncul tiger baru yang beda banget sosoknya misalnya yang berfiring. Untuk “memfiringkan” honda tiger bukanlah sebuah langkah yang sim salabim. Teman-teman yang dulu tergila-gila dengan model motoGP atau superbike bahkan harus merogoh kocek hingga puluhan juta untuk mendandani tiger hingga menjadi model berfiring. Tentu saja karena harus membuat firingnya, membeli monoshocknya, menambah water cooled-nya, malah jika perlu merombak sasis-nya. Terkadang mesin pun di bore up supaya cc-nya bertambah. Gagah, keren? Sudah pasti. Tapi harga? Nah itu dia masalahnya. Jika tiger baru keluar dengan model berfiring ala kawasaki ninja, harganya ya tidak jauh-jauh dari harga si ninja itu, 40 jeti-an. Jika harga sekian yang lari ke pasar, bisa dipastikan penjualan honda tiger tidak bakalan serame sekarang, karena hanya segmen menengah ke ataslah yang mampu meminang sang macan. Selain itu secara filsafat, sebuah produk baru dengan nama yang sama tidak boleh lepas dari pakem sosok yang sudah ada. Walaupun sudah ada perubahan secara disain tetap itu adalah sebuah minor change yaitu perubahan yang tidak terlalu drastis.
Yes, we are tigerist, how about you?
2. Keseimbangan antara penggunaan harian dan turing.
Bahasan mengenai turing adalah hal yang saya suka. Yang ideal itu (menurut saya), motor harian adalah motor yang tidak perlu cc besar. 100 cc dan familynya (110cc, 115cc, 125cc, 135 cc, 150cc hingga 180 cc) sudah sangat mencukupi untuk dipakai ngantor setiap hari, selayaknya jenis motor bebek, matic hingga sport kecil. Kenapa? Karena cc kecil identik dengan bentuk kecil dan irit bahan bakar. Semua orang pun (asal normal) mampu mengendarai motor jenis ini, dari anak SD, ABG, ibu-ibu hingga nenek-nenek! Hampir semua pabrikan mengeluarkan jenis motor untuk penggunaan harian ini. Nah dimana posisi si tiger ini? Untuk penggunaan harian, posisi-nya masih dibilang memungkinkan, mengingat cc-nya yang “cuma” 200. Hanya saja, para pengguna tiger selalu berharap agar jauh dari kemacetan karena handling akan terasa agak berat jika harus selap-selip di tengah kemacetan. Dan untuk perjalanan jauh, tiger adalah pilihan yang ideal. Mesin 200 cc-nya mampu melaju dengan mantap untuk beban berat. Untuk turing jarak dekat, oke lah kalau menggunakan bebek atau matic. Tapi untuk turing dari Jakarta ke Jogja, Bali, Sabang atau Merauke? Engak lah yauww…
3. Keseimbangan dalam pencarian spare part.
Apa enaknya pake tiger yang notabene adalah mesin teknologi lama? Yup, spare partnya mudah. Jangan khawatir jika anda berturing ria hingga ke pelosok Indonesia karena jika terjadi kerusakan pada si macan, anda dengan mudah bisa menemukan spare part-nya dimanapun. Tidak hanya di AHASS, di bengkel kecilpun bisa. Tidak mengherankan karena memang dari tahun 1993, sejak varian pertama kali motor ini nongol hingga sekarang, teknologi mesin intinya tidak berubah alias sami mawon. Oleh karena itu sangat masuk akal jika seandainya dulu tiger baru keluar dengan cc lebih besar, harganya juga pasti bakalan lebih mahal (atau sangat mahal) karena pabrikan akan membuat pre dan post produksi baru, training karyawan lagi, juga sirkulasi dan distribusi spare part baru, dsb, dsb…….
Motor dan komunitasnya bejibun!
4. Keseimbangan antara kecepatan dan keselamatan.
Berapa kecepatan maksimal yang bisa dikembangkan oleh motor ber-200 cc? Di spedometer tiger tertera angka maksimal 200km/jam. Logikanya semakin besar cc-nya akan semakin cepat pula motornya. Pertanyaan berikut adalah seberapa sering kita melaju dengan kecepatan 200km/jam atau lebih?. Saya yang sudah bapak-bapak ini saja harus mikir jika ngebut walaupun “cuma” 100km/jam. Akan sangat, sangat, sangat membahayakan jika kita melaju terlalu cepat, katakanlah diatas 200km/jam di jalanan, jika kondisi jalanan di negara kita masih seperti ini. Lubang di sana-sini, jalanan bregajulan dengan polisi tidur yang acak adul, carut marut kemacetan di setiap pasar dan lampu merah, orang dan sapi atau kerbau yang nyebrang jalan sembarangan, jalanan menyempit karena kaki lima dan banjir, sopir angkot yang berhenti dan ngetem sembarangan, belum lagi ditambah dengan perilaku biker yang belok tanpa sein, lampu rem belakang yang seterang lampu depan, boncengan bertiga sambil sms atau telpon-an aaaarrrrrrrgghhhhhh……!!! Ngebutlah di sirkuit tapi jangan di jalanan. Beberapa waktu lalu saya sempat membaca postingan dari teman-teman biker kawasaki ninja, jika berangkat turing mereka akan memilih waktu di malam hari, supaya kondisi jalanan lebih “aman”.
Yang pake tiger, jangan lupa pake helm!
5. Keseimbangan antara harga dan barang.
Yang ini agak pelik tapi tetep ada analisa yang logis. Tiger baru dibandrol dengan harga sekitar 24 juta. Terbilang mahal untuk kalangan bawah yang mengharapkan motor dengan harga kisaran 15-an juta. Terbilang mahal juga jika di-compare dengan vixion, TVS, scorpio atau pulsar. Jika dengan 200 cc saja, harga sudah 24 juta (dan mahal), apalagi jika tiger ber-cc lebih besar. Disamping itu cc besar belum tentu langgeng, seperti nasib thunder 250 cc. Tapi harga yang 24 juta itu dibales AHM dengan berbagai kemudahan. Spare part yang banyak, perbaikan yang mudah dan berbagai pelayanan after sale.
Sekali lagi, semua pernyataan yang saya ditulis di atas adalah pendapat pribadi, bukan pesanan dari pihak lain atau sponsor tertentu , mohon maaf jika ada sale-sale kate…… Keep brotherhood, keep savety riding, keep respect to other biker…..
Artikel yang Idealis yang realistis!!!disuguhkan berdasarkan pada kecintaan dan pengalaman..
BalasHapusArtikel yang Idealis yang realistis!!!disuguhkan berdasarkan pada kecintaan dan pengalaman..
BalasHapus