Sabtu, 03 September 2011

Pameran Wayang Wahyu di Filipina

Kisah Alkitab dalam pahatan kulit kerbau

Ini adalah tulisan saya yang kedua mengenai Wayang Wahyu. Kali ini adalah mengenai pameran Wayang Wahyu yang diadakan di Filipina. Siapa sangka, wayang yang diciptakan oleh Bruder L. Timotius Wignyosubroto, FIC di Solo pada 2 Februari 1960 kini sudah dikenal oleh publik Filipina, khususnya di sekitar Manila. Dan pameran di Filipina ini adalah pameran Wayang Wahyu yang pertama kalinya di dunia. Pameran itu merupakan prakarsa Baroto Murti Anindito, seniman Indonesia yang sedang menimba ilmu di Universitas Santo Tomas, Manila dan diadakan di Main Hall Musium Universitas tersebut. Dan saya beruntung, mendapat kesempatan sebagai “seksi repot” yang ikut membantu persiapan pameran. Pameran yang direstui oleh pihak kampus itu juga mendapat dukungan dari kedutaan besar Indonesia di Filipina. Bahkan duta besar Indonesia untuk Filipina, Y. Kristiarto Soeryo Legowo, berkesempatan membuka dan memberikan sambutan di upacara pembukaan Pameran.

Sambutan duta besar Indonesia untuk Filipina dan pemotongan pita.

Upacara pembukaan pameran berlangsung sangat meriah. Beberapa tamu penting hadir dalam acara tersebut. Selain pihak musium dan civitas kampus, upacara pembukaan yang berlangsung di petang yang sejuk itu juga dihadiri oleh perwakilan UNESCO, duta besar Thailand dan Kamboja. Pemotongan pita juga dilakukan secara bersama-sama oleh para tamu penting dalam suasana penuh keakraban. Acara pembukaan yang dilanjutkan dengan jamuan makan itu memang membawa banyak arti penting. Selain membawa nuansa kebangsaan menjelang peringatan kemerdekaan 17 Agustus 2011, pameran itu juga mengenalkan simbol-simbol budaya Indonesia di Filipina.

Suasana pameran : detil pahatan dan sunggingan membuat kagum.....

Saya masih ingat ucapan sang artis, Baroto Murti Anindito kepada romo Handi, dalang Wayang Wahyu di Kroya-Cilacap sana sekitar delapan bulan yang lalu bahwa dia akan mengenalkan Wayang Wahyu di Filipina. Ucapan itu terbukti sudah dan pasti akan membawa kebanggaan bagi para pemerhati Wayang Wahyu. Saat melihat kemeriahan upacara pembukaan pameran, sekilas saya teringat kepada teman-teman di Hamangunsih, grup Wayang Wahyu pimpinan Romo Handi. Grup Wayang Wahyu di Kroya-Cilacap itulah tempat Baroto memulai penelitian mengenai Wayang Wahyu pertama kali. Dan dari kota kecil itu, muncul berbagai inspirasi dan gagasan mengenai berbagai bentuk dan disain Wayang Wahyu ciptaannya yang kini menjadi bintang pameran, dari mulai Yesus, Maria, Elisabeth, hingga David dan Goliath. Tentu saja kesemuanya terpahat pada kulit kerbau dalam sosok Wayang Wahyu. Tokoh-tokoh Wayang Wahyu tersebut bersanding dengan tokoh-tokoh wayang kulit seperti Pandawa Lima, para Punakawan, pasukan Kurawa, Anoman dan lain-lainnya yang juga dipamerkan.

Sang artis, Baroto Murti Anindito, memperagakan gerakan tokoh Wayang Wahyu, Angel Gabriel.


Secara fisik, memang Wayang Wahyu tidak berbeda dengan Wayang Kulit atau Wayang Purwa. Pembuatannyapun tetap menggunakan kaidah-kaidah pembuatan wayang kulit pada umunya yaitu ditracing, dipahat dan disungging (diwarnai). Terakhir tentu saja diberi gapit atau pegangan dari tanduk kerbau. Hanya saja Wayang Wahyu masih belum memiliki pakem yang baku mengenai penggambaran atau disain tokoh-tokohnya. Misalnya, Wayang Wahyu tokoh Yesus di satu tempat belum tentu sama dengan tempat lainnya, tergantung kreasi pembuat atau dalang Wayang Wahyu-nya. Contoh nyata adalah Wayang Wahyu di Solo memiliki disain yang berbeda dengan Wayang Wahyu di Purwokerto.

Mejeng di depan jagoan saya, Bima.

Pameran Wayang Wahyu di UST tersebut berlangsung dari tanggal 16 Agustus -2 September 2011 dan saat saya meninggalkan Manila guna kembali ke Jakarta, pameran sudah berlangsung selama 3 hari. Dan gedung gothic nan megah, Musium Universitas Santo Tomas yang sudah berusia 400 tahun itupun menjadi saksi atas dikenalkannya Wayang Wahyu di Filipina. Tidak menutup kemungkinan, suatu saat Wayang Wahyu yang dipameran tersebut diberi title “Indonesia’s Cultural Masterpiece” itupun akan mendunia. Tancep Kayon.

1 komentar: