Narsis dulu sebelum berangkat ke Museum Wayang.
Seminggu
setelah hati saya haru biru karena “tawuran berdarah” antara SMA 70 dan SMA 06
di wilayah Bulungan pada 24 September 2012, peraasaan saya sedikit terobati
saat membawa murid-murid saya ke wilayah Kota, Jakarta Barat. Rasa sedih
sebagai orang tua dan rasa kecewa sebagai pendidik memang akan lama sirna, tapi
seperti pepatah mengatakan, the show must
go on maka sayapun kembali sibuk mencurahkan cipta, rasa dan karsa
kepada aktivitas saya, mendidik putra-putri harapan bangsa di Lakeside
Montessori School. Wilayah Kota yang saya maksud di awal tulisan, persisnya adalah
Musium Wayang. Haah, wayang lagi, wayang lagi…. Entahlah, mungkin kecintaan
saya kepada wayanglah yang menyebabkan saya selalu bersinggungan dengan budaya
adiluhung ini. Selain itu satu nama yang membuat saya bersemangat membawa
murid-murid saya ke musium wayang adalah Rohmad Hadiwijoyo. Nama itu tertulis
sebagai salah satu pengisi Road To..
Wayang in Symphony, acara yang membuat saya harus mengunjungi Museum Wayang
di daerah Kota itu. Rohmad Hadiwijoyo adalah seorang dalang, pengusaha
sekaligus pengarang buku Bercermin Di
Layar-Realita Antar Cerita, yang bukunya menjadi salah satu koleksi
perpustakaan sekolah dan menjadi salah satu bacaan favorit saya, karena
tulisan-tulisannya mengenai sinergisitas kehidupan manusia dengan kehidupan
wayang begitu dalam mengena. Terkadang inspirasi saya menulispun bersumber pada
gaya tulisannya. Keberadaan sosoknya jelas membuat acara ini tidak bisa
dianggap main-main. Ini adalah acara berbobot dan berkualitas. Nama lain yang
tertulis di undangan sebagai pengisi acara dan tidak kalah penting adalah Dr.
H. Taufik Yudi Mulyanto, mantan dosen saya di IKIP Jakarta yang kini menjabat Kepala
Dinas Pendidikan DKI Jakarta.